Selasa, 09 Oktober 2012

QUDSIYYAH, KUDUS – Nadhir Qudsiyyah Kudus, KH Sya’roni Ahmadi, mengingatkan kepada seluruh santri untuk tidak mudah dipecah belah dan diperdaya aqidahnya. Sebab, banyak musuh-musuh yang selalu menginginkan umat Islam untuk dipecah belah. Caranya dengan menghancurkan aqidah-aqidah ahlussunnah yang telah dipegangi.
Demikian salah satu pokok hal yang disampaikan kyai sepuh Kudus ini dalam acara Isra’ Mi’raj dan Muwadda’ah di Madrasah Qudsiyyah Kudus, Ahad (17/05/2012).
Di hadapan ratusan santri kelas XII MA yang telah berhasil lulus, kelas IX MTs, kelas VI MI, dewan guru, pengurus, dan wali santri, beliau menegaskan untuk selalu selalu waspada dan temenanan (Serius) untuk gendoli (berpegang teguh) aqidah yang telah dipeganginya. “Ngajine seng tenanan, ojo gampang ditipu aliran-aliran sesat (Belajarnya yang serius dan mendalam, jangan mudah diperdaya oleh aliran-aliran sesat),” tegas beliau.
Kemudian beliau menceritakan upaya Wahabi berusaha memecah belah ulama dan umat Islam di Indonesia, khususnya di Kota Kudus sekitar tahun 1918 TU. Saat itu terjadi Huru-Hara Kudus yang besar antara umat Islam dan Tionghoa di Kudus. Salah satu penyebabnya, umat Islam waktu itu sedang bekerja memperluas masjid al Aqsha Menara. Umat Islam sibuk mengangkut bahan-bahan bangunan seperti pasir, batu dan lainnya dari kali Gelis yang berada sekitar 500 meter sebelah timur Masjid.
Di saat yang sama, orang-orang Tionghoa juga mengadakan perayaan besar-besaran. Oleh umat Islam perayaan tersebut dimohon tidak melewati jalan di depan Menara karena umat Islam sedang melaksanakan pembangunan. Namun, imbauan itu tidak digubris dan perayaan tetap melewati depan Menara. Akhirnya kedua belah pihak bertemu, dan bersitegang.
Tidak ada yang mau mengalah, pertemuan kedua kelompok ini memanas seiring dengan penghinaan Tionghoa terhadap Islam dengan cara dalam perayaan itu ada orang yang berpakaian putih-putih persis seperti kyai yang sedang bermesraan dengan para wanita. Sontak hal ini memicu huru-hara besar dan terjadi banyak kebakaran dan kerusakan rumah Tionghoa.
Pemerintahan waktu itu dipegang Belanda, dan memihak Tionghoa. Para kyai Kudus banyak yang ditahan, antara lain KHR Asnawi, Kyai Nur Badri Sunggingan dan masih banyak lagi. Di saat itu ada pihak-pihak yang ingin memecah belah dan menghancurkan paham-paham ahlussunah yang selama ini menjadi pegangan umat Islam di Indonesia.
“Ada tujuh ulama yang dikirim Wahabi ke Indonesia, di Jawa Tengah namanya Syekh Rodhi, Jawa Barat Surkati dan lima lainnya dikirim ke luar Jawa,” tutur beliau.
Syekh Rodhi pertama kali datang ke masjid Menara dan kemudian menyebarluaskan paham Wahabi. Antara lain menyatakan bahwa Ziarah Kubur haram, Berjanjen haram, tahlilan haram. Karena saat itu kyai-kyai sepuh masih berada di penjara, akhirnya dihadapi oleh kyai muda bernama Kyai Hamid Cap Catut. Akhirnya keduanya berdebat secara terbuka di Masjid Menara, dan Syekh Rodhi mengalami kekalahan dan akhirnya pergi dari Kudus.
“Upaya untuk menghancurkan akidah Ahlussunnah telah berlangusng dari dulu, tidak hanya sekarang ini,” tegas Kyai Sya’roni. Oleh karenanya, kyai sepuh ini selalu mengingatkan untuk berhati-hati dan meneguhkan akidah ahlussunah wal jama’ah dengan cara terus belajar dan mendalami ilmu agama. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar